Ironi Pengupahan di Madiun: Ketika Hak Pekerja Diabaikan
Oleh: Aris Budiono (Ketua Serikat Buruh Madiun Raya)
Lawupos: Madiun – Setiap warga negara berhak atas kehidupan dan penghidupan yang layak sesuai amanat UUD 1945. Namun, realitas di lapangan jauh dari harapan.
Serikat Buruh Madiun Raya (SBMR) menemukan banyak perusahaan di Madiun yang membayar gaji pekerjanya jauh di bawah Upah Minimum Kerja (UMK). Ironisnya, perusahaan yang memenangkan tender dari Pemerintah Kota Madiun justru melakukan praktik yang tidak manusiawi ini.
Menurut data SBMR, UMK Kota Madiun tahun 2024 ditetapkan sebesar Rp. 2.274.277. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih ada pekerja, seperti petugas parkir, yang hanya dibayar sebesar Rp. 1.000.000—bahkan tidak mencapai 50% dari UMK yang seharusnya diterima.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Pengawas Ketenagakerjaan yang seharusnya memastikan hak-hak normatif pekerja dipenuhi.
Perlindungan terhadap kesejahteraan buruh dan kebijakan upah minimum bukanlah hal yang bisa diabaikan. UU No. 6 Tahun 2023, yang merupakan perubahan dari UU Cipta Kerja, secara tegas mengatur bahwa kebijakan pengupahan harus menjamin penghidupan yang layak bagi pekerja.
Perusahaan yang membayar gaji di bawah UMK bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga bisa dikenai sanksi pidana sesuai pasal 185 junto pasal 88E angka 2 UU No. 6/2023.
Pemerintah Kota Madiun harus lebih proaktif dalam mengontrol pelaksanaan kebijakan upah. Jika Dinas Tenaga Kerja baru bertindak setelah ada laporan, dinas tersebut sebaiknya dibubarkan karena tidak menjalankan tugasnya dengan maksimal.
Gaji Rp. 1 juta di tengah harga kebutuhan pokok yang terus meningkat jelas tidak cukup untuk hidup layak.
Bukan masalah jika pemerintah menggandeng pihak ketiga dalam mengelola parkir, tetapi hal itu harus dilakukan dengan tetap mematuhi peraturan yang berlaku.
Percuma jika bekerja sama dengan investor hanya untuk memperbudak warga Kota Madiun. Buruh bukanlah tumbal krisis, apalagi tumbal kapitalis. @redaksi