BudayaJawa TengahYogyakarta

Kesakralan dan Pentingnya Labuhan di Parangkusumo Karaton Surakarta

Lawupos: Budaya – Pada bulan Suro pada penanggalan Jawa, Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat melaksanakan regulasi ritual adat di beberapa tempat yang dikenal dengan Wilujengan Kiblat Sekawan. Prosesi dari ritual ini adalah melakukan Caos Sesaji di empat lokasi yang dikeramatkan, yang diyakini bahwa Karaton Surakarta didukung oleh empat penjuru yakni Gunung Lawu (Arah Timur), Pantai Parangkusumo (Laut Selatan / Arah Selatan), Gunung Merapi (Arah Barat), Alas Krendowahono (Arah Utara).

Pantai Parangkusumo diyakini kekeramatannya sebagai gerbang istana Penguasa Laut Selatan (Samudera Hindia), yakni Kanjeng Ratu Kencana Sari atau Kanjeng Ratu Kidul.

Pantai Parangkusumo merupakan salah satu pantai yang dikeramatkan oleh sebagian besar masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Berbagai acara labuhan banyak dilaksanakan di pantai ini, baik dari masyarakat, dan bahkan dari Kraton Surakarta dan Kraton Ngayogyakarta.

Ritual Labuhan Kraton di pantai ini merupakan simbol ikatan dan kekuasaan antara kraton dan Kanjeng Ratu Kencana Sari sebagai penguasa Laut Selatan.

Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi Pemerhati Budaya dan Sejarah asal Kota Madiun, yaitu Kanjeng Pangeran (KP) Hari Andri Winarso Wartonagoro bahwa tradisi labuhan di Parangkusumo tersebut merupakan sebuah ritual yang sangat sakral dan penting bagi Kraton Kasunanan Surakarta.

“Pantai Parangkusumo, tepatnya di Cepuri, diyakini sebagai lokasi pertemuan antara Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati bersemedi, dan akhirnya bertemu dengan sang Ratu Laut Selatan,” ujar Kanjeng Andri, sapaan akrab kerabat Kraton Surakarta itu. “Laku semedinya Panembahan Senopati itu mengakibatkan gonjang-ganjing (kekacauan) di Kerajaan Segara Kidul (laut selatan),” lanjutnya.

Hingga akhirnya, Kanjeng Ratu Kidul pun mendatangi Panembahan Senopati dan berjanji untuk mengayomi dan mendukung Panembahan Senopati, seluruh keturunannya, serta Kerajaan Mataram.

Lebih lanjut Kanjeng Andri menjelaskan, di dalam Cepuri Parangkusumo itu terdapat dua buah batu hitam besar (watu gilang). Dua buah batu besar itu merupakan tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul.

“Batu hitam yang besar dinamakan Selo Ageng, sedangkan batu hitam yang kecil dinamakan Selo Sengker,” terangnya. “Selo Ageng yang berada di sisi utara adalah tempat duduk Panembahan Senopati, Sedangkan Selo Sengker di selatannya adalah tempat duduk Kanjeng Ratu Kidul,” pungkasnya.

Parangkusumo berada tidak jauh dari kawasan Pantai Parangtritis. Berbeda dengan Parangtritis, Pantai Parangkusumo lebih banyak dikunjungi oleh para peziarah, terutama di bulan Suro berdasarkan kalender penanggalan Jawa. Pada bulan selain Suro, kawasan tersebut ramai pengunjung di hari-hari tertentu, yakni malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon.

Sebelumnya, tradisi labuhan ini kembali digelar oleh Kraton Surakarta dalam rangkaian Wilujengan Kiblat Sekawan, di bulan Suro tahun JE 1958/2024 Masehi, pada Sabtu (27/7/2024) lalu.

Atas perintah langsung Raja Kraton Surakarta, SISKS. Pakoe Boewono (PB) XIII, tradisi labuhan tersebut dipimpin langsung oleh Prameswari Dalem Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakoe Boewono.

Tampak turut mendampingi Putra Mahkota Kraton Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram, putri-putri SIKS Pakoe Boewono XIII, di antaranya GKR. Timoer Rumbai Dewayani, GRAy. Ratih Widyasari, GRAy. Putri Purnaningrum.

Selain itu, hadir pula kakak perempuan PB XIII sekaligus Pengageng Keputren GKR Alit, adik laki-laki PB XIII yang juga menjabat sebagai Pengageng Parentah, KGPH Adipati Drs. Dipokusumo M.Si., dan juga sejumlah adik dari PB XIII yang lain. Bahkan diikuti ribuan Abdi Dalem yang datang dari berbagai daerah.

Upacara adat ini dilaksanakan setiap tahun oleh Kraton Surakarta agar tetap menjadi pengingat bagi penerus akan tradisi dan budaya leluhur, serta tetap lestari. (Red/Solo)

Related Articles

Back to top button