Rektor UMMAD Gelar Bukber Bersama Awak Media Guna Klarifikasi Demo Yang Terjadi

Lawupos.com – Tututan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD) dalam unjuk rasa beberapa waktu lalu masih menyisakan pandangan miring terhadap pihak kampus di mata masyarakat.
Dalam aksi demo yang melibatkan sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Madiun (BEM UMMAD) tersebut, meminta mundur Rektor Prof. Dr. Sofyan Anif selaku pemimpin universitas. Sebab, pada menejemen yang diketuai Prof. Sofyan dinilai telah ‘mencari makan’ dalam penerapan sistem yang baru di kampus UMMAD.
Kabar tersebut terdengar santer di semua kalangan, terlebih di Kota Pendekar. Hingga akhirnya Majlis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah), ikut turun memberikan tanggapan secara resmi terhadap kasus tersebut, guna mengklarifikasi peristiwa yang terjadi.
Menindaklanjuti tanggapan resmi dari Diktilitbang PP Muhammadiyah tersebut, Prof. Dr. Sofyan Anif gelar klarifikasi langsung terkait unjuk rasa yang terjadi kemarin. Ia yang didampingi oleh Pengurus Pusat (PP) dan Pengurus Daerah (PD) Muhammadiyah tersebut, mengadakan acara silaturahmi dan buka bersama dengan awak media di salah satu restoran di jalan Sulawesi, Kota Madiun, Selasa (29/03/2023) sore.
Pertemuan terkait klarifikasi ini, bertujuan untuk membersihkan citra kampus UMMAD di mata masyarakat pasca kejadian unjuk rasa tersebut. Kemudian, ia juga membeberkan apa yang sebenarnya menjadi masalah hingga mahasiswanya menuntut agar ia mundur.
Prof. Sofyan menjelaskan bahwa demo mahasiswa yang terjadi dikarenakan adanya perubahan besar pada tata kelola yang dilakukan oleh pihak kampus. Sistem tata kelola yang diterapkan ini, belum sepenuhnya bisa diterima oleh mahasiswa.
Untuk diketahui, sistem tata kelola yang dimaksud adalah keseluruhan tata kelola organisasi dengan berbasis IT. Penerapan sistem ini dimaksudkan agar kegiatan seperti penerimaan mahasiswa, proses pembelajaran, dan sistem penilaian jauh lebih mudah. Demikian juga dengan sistem keuangan, seperti uang pendaftaran, pembayaran spp juga di kelola dengan basis IT, agar lebih akuntable.
Sofyan yang saat ini juga merangkap sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Solo (UMS), juga menjelaskan bagaimana kondisi UMMAD saat ini. Sementara itu, ia pun memegang amanah untuk memperjuangkan kampus tersebut agar bisa sejajar dengan kampus-kampus swasta lainnya.
“Saya ditunjuk oleh pengurus pusat untuk memimpin, menata dan mengembangkan UMMAD, agar segera bisa bersaing dengan universitas swasta lainnya. Ada beberapa alasan kenapa UMS ditunjuk sebagai Perguruan Tinggi pembina UMMAD, karena selain dari segi lokasi yang berdekatan, UMS mempunyai banyak pengalaman dan sumber keuangan yang memadai,” jelasnya.
Bahkan, dirinya mengaku telah berhasil membawa kucuran dana sekitar 3,9 milyar rupiah untuk membenahi kondisi kampus UMMAD secara fisik. Rencana pembenahan itu meliputi pembenahan gedung dilantai satu, pembangunan ruangan pimpinan, ruang dosen, ruang bendahara dan administrasi, serta perpustakaan. Sedangkan, ruang kelas di lantai dua akan dilengkapi dengan LCD proyektor.
“Saya ke UMMAD membawa kucuran dana 3,9 milyar. Dana itu saya pinjamkan dari UMS. Karena, di organisasi Muhamadiyah hal itu sudah tradisi untuk membantu universitas yang kami bina dan itu tidak perlu jaminan. Rentang waktu pengembalian maupun batas waktu, semampunya,” paparnya.
Sofyan juga menambahkan, akan mengusahakan UMMAD untuk mendapatkan status Akreditasi B. Hal ini mendorong pihak kampus untuk mengembangkan SDM para pengajar/dosen, dengan memberangkatkan 12 dosen untuk mengambil Prodi Doktor (jenjang S3) dari enam jurusan yang ada.
Semua biaya ditanggung oleh kampus, mulai dari SPP, biaya hidup, kost hingga tunjangan buku. Ini adalah sebuah upaya meningkatkan status univesitas UMMAD menjadi lebih tinggi, karena akan ada penilaian akreditasi dalam 3 tahun ke depan.
“Kami juga akan menyekolahkan dosen kami ke jenjang S3 (Doktor). Karena untuk menuju kampus terakreditasi B, jumlah dosen yang bergelar S3 minimal harus 35% dari total dosen yang ada,” tambahnya.
Diperlukan pendekatan yang berbeda dalam penerapan sistem yang baru ini agar dapat diterima sepenuhnya dengan baik. Sebab, sistem baru yang serba online tersebut, menimbulkan terjadinya shock culture di kalangan mahasiswa UMMAD. (ARG/Madiun)