Sejarah Taman Balekambang Solo, Taman Legendaris yang Dibangun Mangkunagoro VII
Lawupos.com – Solo adalah kota yang kaya akan budaya dan nilai sejarah. Selain itu, berbagai macam menu kuliner pun menjadi andalan untuk membuat semua orang yang datang selalu terkenang dan rindu untuk kembali.
Meskipun tak seperti Yogyakarta yang memiliki kawasan Malioboro yang selalu menjadi kebanggaan. Namun, Solo memiliki banyak tempat legendaris yang bisa menjadi alternatif kunjungan bagi para wisatawan. Terlebih, saat ini Solo mulai berbenah.
Salah satunya adalah Taman Balekambang. Kawasan hutan kota yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda itu sengaja difungsikan sebagai kawasan pariwisata. Tidak hanya menawarkan teduhnya pepohonan saja, ada juga beberapa hewan yang tinggal dan bebas. Hal ini membuat nuansa alam di Taman Balekambang menjadi sanga berbeda dengan taman kota pada umumnya.
Sejarah Taman Balekambang
Taman Balekambang dibangun oleh KGPAA Mangkunagoro VII pada 26 Oktober 1921. Taman ini dibangun sebagai hadiah penguasa Puro Mangkunegaran tersebut untuk kedua putrinya yaitu, GRAy Partini Husein Djayadiningrat dan GRAy Partinah Sukanta.
Sosok kedua putri KGPAA Mangkunagoro VII dapat dilihat melalui sebuah patung yang wajahnya hampir mirip dengan aslinya.
Dahulu, Taman Balekambang ini dibagi menjadi dua area, yakni Partini tuin atau Taman air Partini dan Partinah Bosch atau Hutan Partinah. Partini tuin atau Taman air Partini berfungsi untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berada di dalam kota. Selain itu, Taman Air ini juga menjadi sarana hiburan dimana ada perahu yang sengaja ditaruh di pinggir air untuk bermain.
Sedangkan Partinah Bosch atau Hutan Partinah memiliki fungsi sebagai paru-paru kota dan menghadirkan udara bersih. Oleh karena itu, di kawasan ini banyak ditumbuhi oleh pepohonan langka, di antaranya pohon kenari, beringin putih, beringin sungsang, dan juga apel coklat.
KGPAA Mangkunagoro VII membangun Taman Balekambang dengan mengadaptasi dan memadukan konsep bergaya Eropa dan juga Jawa. Gaya eropa dapat ditemui dari kawasan tamannya, sedangkan gaya jawa bisa dilihat dari beberapa bangunan yang masih ada sejak dahulu sampai sekarang.
Pada masa Puro Mangkunegaran dipimpin oleh KGPAA Mangkunagoro VIII, taman ini beralih fungsi, yang pada awalnya hanya untuk keluarga dan kerabat dekat saja, kemudian dibuka untuk mayarakat luas. Begitupun dengan status kepemilikan yang diubah dari milik Puro Mangkunegaran menjadi milik Pemerintah Daerah.
Ironisnya, pada saat status kepemilikan sudah menjadi milik Pemerintah Daerah, banyak masyarakat yang menggunakan kawasan ini untuk mendirikan rumah-rumah ilegal, bahkan diskotik liar. Hingga pada akhirnya, pada tahun 2007 Pemerintah Kota (Pemkot) Solo merevitalisasi kawasan ini, dan mengembalikan sesuai dengan fungsinya.
Terlebih, sejak 26 Agustus 2022, Pemkot Solo kembali melakukan proses penataan atau revitalisasi Taman Balekambang. Proyek yang menghabiskan anggaran senilai Rp154.703.287.500, – tersebut, direncanakan selesai pada 18 Desember 2023 mendatang. (And/SOLO)