Lawupos.com – Populasi bunga Anggrek di dunia tidaklah banyak. Kelangkaan terjadi karena bunga tersebut hidupnya memiliki keunikan dan sangat bergantung pada satu item saja, sehingga jika tidak hati-hati dalam memeliharanya akan mudah mati. Anggrek dikenal sebagai tanaman hias populer yang dimanfaatkan bunganya. Bentuknya sangat indah dan variasinya hampir tak terbatas.
Di Indonesia pun banyak bunga Anggrek yang saat ini terancam punah. Salah satunya yaitu Anggrek Merapi. Seharusnya, Anggrek ini ada lebih dari 90-an jenis, namun kini tinggal 23 varian saja yang dikembangkan oleh kelompok warga di Boyolali, Jawa Tengah.
Tergugah akan kelangkaan salah satu tanaman cantik asli lereng gunung Merapi, Kelompok Karya Muda Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali melakukan penyelamatan terhadap tanaman tersebut. Rasa prihatin mereka atas semakin berkurangnya populasi Anggrek Merapi, tergerak dengan membudidayakan tanaman indah itu sejak tahun 2017 lalu.
“Awal mulanya, kami terbentuk karena kami merasa kasihan melihat semakin berkurangnya Anggrek Merapi. Dulu ketika ke kawasan Taman Nasional melihat Anggrek, masih banyak yang memperdagangkan secara besar-besaran. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi,” jelas Joko Susanto, Ketua Kelompok Karya Muda di Green House Omah Anggrek Merapi, Minggu (29/1/2023).
Menurutnya, dengan membentuk kerjasama yang baik dengan kesebalas anggotanya, saat ini mereka sudah berhasil mengembangbiakkan sekitar 100 pohon Anggrek, salah satu diantaranya adalah varian Vanda Tricolor.
Joko mengaku, bahwa meskipun di dalam anggotanya tidak ada yang memiliki latar belakang pertanian, namun hal tersebut lantas tak menyurutkan niat mereka dalam mengembangkan budidaya Anggrek Merapi. Hal tersebut terwujud dengan adanya Green House untuk lokasi konservasi tanaman, dan juga laboratorium kultur jaringan untuk mempelajari lebih dalam tentang obyek yang sedang diteliti.
Usaha mereka ternyata mendapatkan perhatian dari beberapa instansi yang kemudian menyalurkan bantuannya dalam wujud CSR (Corporate Social Responsibility). Untuk perawatan tanaman dan kultur jaringannya, mereka belajar langsung dengan ahli tanaman Anggrek dari Sleman.
Dalam usaha memasarkan sekaligus budidaya, kelompok Karya Muda juga membuka layanan Adopsi Anggrek. Jadi proses adopsi ini, anggrek akan dibeli seseorang, yang nantinya tanaman tersebut ditempatkan kembali ke habitat asalnya. Sudah ada beberapa orang yang telah mengadopsi Anggrek Merapi saat ini, dengan membayar tarif mulai dari Rp 500.000 hingga 1 juta per pohon, mereka dapat membantu usaha budidaya pelestarian Anggrek Merapi. Orang-orang tersebut biasanya dari para pejabat Kementerian dan Badan Nasional lainnya.
Impian terbesar mereka adalah suatu saat nanti kampung tempat tinggal mereka menjadi Kampung Anggrek seperti di Kediri, Jawa Timur. Dimana setiap rumah memiliki satu koleksi Anggrek Merapi yang terpajang di pekarangan mereka.
Ketua RT setempat pun memberikan komentarnya terkait budidaya tanaman Anggrek Merapi yang hampir punah itu. “Saya khawatir, generasi ke depan tidak mengenal Anggrek Merapi,” kata Painu. “Saat ini anak-anak muda Dukuh Gumuk banyak yang sudah mengkoleksi Anggrek Merapi. Kalau yang di rumah untuk koleksi saja. Yang diperjualbelikan, di konservasi di tempat Pak Joko, itu sudah kesepakatan dari awal,” tambahnya.
Dengan terbentuknya kesadaran masyarakat akan kelangkaan bunga Anggrek Merapi, melahirkan gagasan menarik yang menggugah niat warga Dukuh Gumuk untuk melestarikan tanaman tersebut agar anak cucu mereka nanti dapat melihat dan mengetahui Anggrek Merapi tumbuh di halaman rumah mereka dengan cantiknya. (WR/Boyolali)