Madiun RayaPonorogo

Kampung Buddha Sodong di Kabupaten Ponorogo, Menyimpan Toleransi dan Potensi Wisata

Lawupos.com – Di Kabupaten Ponorogo terdapat sebuah kampung Buddha yang terletak di Dusun Sodong, Desa Gelang Kulon, Kecamatan Sampung. Kampung ini diberi nama Sodong yang bermakna pikiran yang terbuka atau mengerti. Nama Sodong diambil dari kata Manungso Dong yang berarti manusia yang mengerti dan paham.

“Jadi manusia yang dong atau mengerti. Mendapat pencerahan,” ujar Ketua Vihara Dharma Dwipa Sodong, Suwandi.

Kampung Sodong ini terletak di Desa Gelang Kulon, Kecamatan Sampung, Ponorogo, Jawa Timur. Kampung ini berbatasan langsung dengan Wonogiri, Jawa Tengah. Di kampung ini terdapat 152 umat Buddha.

Suwandi menceritakan bahwa awalnya ada seorang sesepuh bernama Saimin yang lahir dan besar di Dusun Sodong. Awalnya, Saimin mengikuti kejawen, namun kemudian mencari pencerahan.

“Ia pergi ke Wonogiri dan belajar agama Buddha. Setelah itu, ia kembali ke Sodong. Pada tahun 1969, Mbah Saimin mendirikan Vihara Dharma Dwipa yang kemudian berkembang dengan baik,” kata Suwandi.

Ketika Saimin kembali ke kampung halamannya, belum ada agama yang masuk. Oleh karena itu, agama Buddha masuk dan menjadi mayoritas di kampung ini pada waktu itu.

Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah umat Buddha mulai berkurang karena beberapa alasan seperti pernikahan dan alasan pribadi lainnya.

“Agama tidak bisa dipaksa, ketika memilih berpindah agama, kami tetap saling menghormati,” jelas Suwandi.

Selain umat Buddha, di kampung ini juga tinggal umat Islam. Mereka hidup berdampingan dan saling menghormati dalam setiap acara hajatan, perayaan hari raya, dan acara lingkungan lainnya.

“Di sini, jika dipersentasekan, 40 persen adalah umat Buddha dan 60 persen adalah umat Islam. Contohnya, toleransi sudah tumbuh sejak dulu,” ungkap Suwandi.

Suwandi memberikan contoh ketika ada genduren atau kirim doa. Jika pemilik rumah beragama Islam, maka doa diserahkan kepada pemuka agama Islam, sedangkan jika pemilik rumah beragama Buddha, maka doa diserahkan kepada pemuka agama Buddha.

“Toleransi ini tidak direkayasa, semua berjalan harmonis tanpa paksaan atau intimidasi terkait agama. Semua kembali kepada pribadi masing-masing,” jelas Suwandi.

Selama masa sekolah, anak-anak yang beragama Islam diajarkan agama Islam, sementara anak-anak umat Buddha diajarkan agama Buddha. Namun, dalam pelajaran umum, mereka belajar bersama dalam satu kelas.

“Anak-anak belajar bersama tanpa perbedaan. Hanya saat pelajaran agama, biasanya saling menghormati,” tambah Suwandi.

Sementara itu, Riyanto, S.IP., selaku Ketua Papdesi Kabupaten Ponorogo, dalam kunjungannya menyampaikan bahwa kampung ini memiliki nilai sejarah yang berpengaruh, terutama di Dusun Sodong. Selain itu, potensi wisata di tempat ini juga layak untuk dikembangkan dan dipromosikan.

“Saya melihat potensi yang luar biasa di kampung ini, terutama dengan pelebaran jalan, penambahan lampu, dan pengembangan taman. Tempat ini akan menjadi lebih indah, dan pengunjung akan merasa nyaman,” tutupnya. (Red)

Related Articles

2 Comments

  1. Ping-balik: reog regol wengker
  2. Ping-balik: fnrp ke-XXVIII
Back to top button